Menggugat Wacana Media: Revolusi Mesir dan Kondisi Sosial-Politik di Indonesia

Oleh: Eko Marhaendy

Sudah dua pekan lamanya gejolak di Mesir terjadi. Meski jumlah korban tidak—atau mungkin belum—sebesar jumlah korban pada revolusi Iran yang mencapai satu juta jiwa, atau revolusi Prancis yang mencapai enam ratus lima puluh ribu jiwa, gejolak Mesir segera disinyalir banyak pihak sebagai proses revolusi itu sendiri. Banyak orang kemudian menyebut gejolak ini sebagai “Revolusi Mesir”. Terlepas dari tepat atau tidaknya istilah ini digunakan, jika dilihat dari makna generik revolusi itu sendiri, seperti yang pernah dikemukakan Theda Skocpol seorang sosiolog Amerika dalam bukunya “States and Scial Revolution: A Comparative Analysis of France, Rusia, and China”, revolusi merupakan perubahan yang cepat dan mendasar dari masyarakat dan struktur kelas dalam sebuah Negara. Jika makna generik ini dilihat, maka bukan tanpa alasan gejolak yang terjadi di Mesir tersebut disinyalir sebagai sebuah proses revolusi. Apalagi, ekses dari revolusi itu sendiri tidak jarang kekerasan yang melibatkan korban nyawa.

Baca lebih lanjut

Kerukunan Minus Kebebasan: Diskusi Publik Kebebasan Beragama dan Harmonitas Hubungan Umat Beragama di Sumatera Utara

“Kerukunan minus kebebasan”, barangkali penggalan kata-kata tersebut cukup tepat diambil sebagai kesimpulan diskusi publik yang dilaksanakan Jaringan Islam Kampus (JarIK) simpul Medan Sumatera Utara bekerjasama dengan Jaringan Islam Liberal (JIL) pada tanggal 28 Desember 2010 yang lalu di Aula Pusat Bahasa IAIN Medan. Disuksi yang juga didukung oleh salah satu lembaga non struktural di IAIN Medan tersebut, Pusat Kajian Hubungan Antar Umat Beragama (PK-HUB) IAIN SU, menghadirkan tiga orang nara sumber, yaitu: Ulil Abshar Abdalla (JIL); Dr. Sulidar, MA (Dosen Fak. Ushuluddin IAIN SU); dan, Dr.Phil. Zainul Fuad (Institute for Peace and Human Right IAIN SU). Diskusi ini dipandu oleh Kordinator JarIK simpul Medan-Sumatera Utara, Eko Marhaendy, dan berlangsung selama dua jam lebih.

Baca lebih lanjut

Puasa dan Kesalehan Sosial

Oleh: Mhd. Noor Sitorus

Ada yang menarik dan penting untuk kita perhatikan pada tatanan keberagamaan di masyarakat kita belakangan ini, khususnya pada tiap datangnya bulan suci ramadhan. Semarak ritual agama tampaknya begitu meriuh redah mewarnai hampir setiap sudut kota pada setiap datanganya bulan suci tersebut, bukan hanya sampai di situ saja, bahkan tayangan-tayangan yang dihadirkan oleh stasiun televisi pun hampir secara keseluruhan seolah begitu bergairahnya menghadirkan tontonan-tontonan Islami. Masyarakat Indonesia kelihatannya begitu menikmati dan menyemarakkan kegiatan untuk mengisi ramadhan dengan berbagai aktifitas bernada religi; dari mulai festival tabuh beduk sampai pusat jajanan berbasis Islam dan sinetron-sinetron religi. Sepintas lalu semua itu menggambarkan masyarakat Indonesia memang telah benar-benar menjalankan sunnah nabi untuk selalu bergembira menyambut datangnya bulan suci ramadhan.

Baca lebih lanjut

Kemerdekaan dalam Bingkai Nation State

Oleh: Eko Marhaendy

Tulisan sederhana ini berangkat dari sebuah fakta bahwa akhir-akhir ini wacana Syariat Islam sebagai versus ideologi Pancasila – yang dalam pandangan tertentu dianggap sekuler – kembali diperdebatkan. Perdebatan bermuara pada satu tema besar: “Formalisasi Syariat Islam”, yang kemudian melahirkan dua kubu yang saling bertolak belakang; kubu Islamisme yang pro Syariat Islam dan kubu nasionalis yang menolak formalisasi Syariat Islam. Perdebatan semacam ini sesungguhnya bukan perdebatan baru dalam perjalanan sejarah Indonesia. Tuntutan formalisasi Syariat Islam yang beberapa waktu terakhir kembali mencuat boleh dikatakan sebagai sisa sejarah yang pernah muncul diawal kemerdekaan Indonesia.

Baca lebih lanjut